Kamis, 25 September 2008

Bagi Mereka, Shalat adalah Kemewahan

pas baca tulisan ini tu hati terasa terobek2… kadang dengan segala kemurahan, kemudahan yang diberikan Allah aq kadang masih males sholat… padahal di luar sana banyak orang yang begitu ingin mendirikan sholat, sampai tidak bisa mendirikannya… Ampun ya Rob…

From kompas.com

Jumat, 26 September 2008 | 06:14 WIB

Pernahkah terpikir, shalat yang sudah menjadi bagian keseharian bagi umat Islam ternyata menjadi barang mewah bagi anak jalanan. Mereka bukannya tidak mau sembahyang, tetapi mereka tidak punya uang untuk wudhu.
Mendengar penuturan Purnomo (10), seolah kerinduannya untuk shalat seperti tidak terbendung. Dia ingin selalu bisa menjalankan shalat tepat waktu. Namun, kesibukannya sebagai tukang semir sepatu membuat dia jarang shalat. Yang menyusahkan, dia harus mengeluarkan uang untuk wudhu.

”Kalau mau wudhu di WC umum, saya harus bayar Rp 1.000. Dalam sehari saya wudhu di luar tiga kali, berarti Rp 3.000, sayang uangnya. Lebih baik buat masak emak,” tutur Purnomo yang sehari-hari bisa mendapatkan Rp 15.000- Rp 30.000 dari semir sepatu.

Dia mengakui kalau wudhu di masjid, dia tidak perlu bayar. Namun, shalat di masjid juga tidak nyaman. Purnomo yang kerjanya tukang semir sepatu sering dikira akan nyolong sepatu di masjid.
Hal yang sama juga diakui oleh Hamsidik (10), seorang pengamen jalanan, dan Tino Saputra (12), seorang pemulung. Mereka ingin shalat saat mereka bekerja, tetapi tidak bisa karena tidak punya uang.

Di bulan Ramadhan, mereka juga belum tentu bisa menjalankan puasa karena mereka tidak punya uang makan sahur. Uang yang mereka dapatkan sehari-hari selalu mereka serahkan kepada orangtua. Makanan yang dibeli dari uang itu kadang tidak tersisa sampai keesokan harinya untuk sahur.

Kini ketiganya bisa menikmati bulan Ramadhan dengan lebih khidmat karena mereka mengikuti pesantren untuk anak jalanan. Pesantren yang diselenggarakan Yayasan Nanda Dian Nusantara di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 02, Ceger, Cipayung, Jakarta Timur, ini, berlangsung dari Senin (15/9) hingga Minggu (21/9).
Pesantren

Menurut Manshur Al Farisy, koordinator acara pesantren itu, kegiatan ini merupakan yang ke 10 kalinya. Diselenggarakan setiap bulan Ramadhan dengan sasaran anak jalanan dan anak-anak rumah singgah. Kali ini ada 270 anak yang mengikuti pesantren. ”Sebenarnya kami ingin bisa menampung 500 anak, tetapi kemampuan kami menghimpun dana hanya sanggup sampai 270 anak,” jelas Manshur.

Anak-anak peserta pesantren ini sekarang datang dari Ciputat, Kramat Jati, Pasar Minggu, Tomang, dan Bantar Gebang (Bekasi). Sebanyak 100 orang adalah anak jalanan, 100 orang lainnya anak dari rumah singgah, dan 70 orang sisanya datang dari keluarga yang tidak mampu.

Kegiatan ini didukung beberapa donatur, sedangkan pembimbingnya adalah mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah dan Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia. Jumlahnya sekitar 30 orang.

Pada kesempatan kali ini Yayasan Nanda Dian Nusantara dalam kesempatan itu ingin memperkenalkan Islam yang damai bagi anak-anak jalanan. Dengan pesantren yang dirancang untuk anak jalanan itu, mereka diharapkan mengenal Islam yang damai. ”Kami tidak memakai hukuman atau kemarahan dalam pesantren ini,” jelas Manshur.

Islam yang damai memang harus terus diwujudkan. Dengan demikian, akan tercipta kehidupan yang damai. Tidak ada prasangka yang akan memecah belah umat beragama. Kedamaian dan keselamatan juga akan mewarnai kehidupan. Keselamatan juga akan tercipta sesuai nama Islam sebagai agama yang selamat.

Tidak ada komentar: